Terjemah Kitab Washoya Bab 1-10
PELAJARAN
I
NASIHAT
GURU KEPADA MURIDNYA
Wahai anakku, semoga Allah memberimu petunjuk dan
pertolongan untuk selalu beramal sholih. Sesungguhnya bagiku engkau ibarat
seorang anak yang berada di sisi ayah yang dicintainya. Aku akan
bahagia dirimu berbadan sehat, berpendirian kuat, suci hati, berakhlak mulia,
menjaga adab, menjauhi perkataan tercela, lemah lembut dalam bergaul,
menyayangi sesama, menolong fakir, belas kasih terhadap yang lemah, pemaaf,
tidak meninggalkan sholat, dan tidak menunda-nunda waktu untuk beribadah kepada
Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Penguasamu.
Wahai anakku, seandainya engkau mau menerima nasihat
dari seseorang, maka akulah orang yang pantas untuk kau terima nasihatnya. Aku
adalah gurumu, pendidikmu yang membantu memelihara jiwamu. Engkau tidak akan
mendapat seorangpun yang telah mengharapkan kebaikan darimu sesudah orang tuamu
kecuali aku (gurumu).
Wahai anakku, sesungguhnya aku adalah seorang pemberi
nasihat yang patut nutuk dipercaya. Karena itu, terimalah dengan ikhlas segala
nasihatku, dan amalkanlah dalam hidupmu serta dalam pergaulan dengan
teman-temanmu.
Wahai anakku, bila engkau tidak mengamalkan segala
nasihatku dalam kesendirianmu, maka engkau tidak akan dapat mengamalkannya di
kala bergaul dengan teman-temanmu.
Wahai anakku, bila engkau tidak menuruti nasihatku,
siapakah yg akan engkau ikuti?, apakah artinya engkau memaksa dirimu untuk
duduk dihadapanku?!
Wahai anakku, sesungguhnya seorang guru menyayangi
anak didiknya yang taat dan sholih, sukakah engkau bila guru yang telah
mendidikmu tidak rela dan tidak mengharap suatu kebaikan atas dirimu?
Wahai anakku, sesungguhnya aku sangat mengharapkanmu
agar selalu beramal shalih. Karena itu bantulah aku menyampaikan kebaikan itu
kepadamu dengan cara kamu mentaati dan melaksanakan akhlak karimah yang
kuperintahkan kepadamu.
Wahai anakku, akhlak yg paling baik adalah hiasan bagi
insan, baik bagi dirinya dalam bergaul dengan teman, keluarga dan
sanak-saudaranya. Karena itu, jadilah engkau seorang yang memiliki akhlaqul
karimah, tentu setiap orang akan memuliakan dan menyayangimu.
Wahai anakku, bila engkau tidak menghiasi
ilmu dengan akhlaq yang mulia, maka ilmu itu akan lebih
membahayakanmu dari pada kebodohanmu. Karena orang yang bodoh dimaafkan karena
kebodohannya dan tiada maaf bagi seorang yang alim (pandai)
dihadapan manusia bila tidak menghiasi diri dengan akhlaq yang baik.
Wahai anakku, jangan engkau hanya menanti saran dan
kritik dariku, sesugguhnya mawas diri itu lebih utama dan lebih besar
manfaatnya.
Wahai anakku, Rasulullah saw.
pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah mensucikan agama ini
(Islam) karena diri-Nya. Tidak akan suci agamamu kecuali dengan sifat dermawan
dan baik budi pekerti. Hiasilah agamamu dengan keduanya.” (HR.
Ath-Thabrani dari Imran bin Husain. Imam As-Suyuthi menyatakan bahwa hadits ini
dha’if).
PELAJARAN II
WASIAT BERTAQWA KEPADA ALLAH
Wahai anakku, sesungguhnya Rabbmu mengetahui apa yang
tersimpan dalam hatimu, semua yang di ucapkan oleh lisanmu dan melihat seluruh
perbuatanmu. Karena itu bertaqwalah pada Allah Yang Maha Agung.
Wahai anakku, hindarilah olehmu jangan sampai Allah
tidak ridla dengan perbuatanmu. Hidarilah olehmu jangan sampai Rabbmu yg telah
menciptakanmu, memberimu rezki dan akal yang sehat sehingga engkau dapat
mengamalkannya dalam hidup dan kehidupan itu murka kepadamu. Bagaimanakah
perasaanmu bila engkau berbuat sesuatu yang dilarang oleh orang
tuamu, sedangkan orang tuamu melihat pebuatan itu? Tidakkah engkau takut
keduanya memarahimu? hendaklah perbuatanmu terhadap Allah pun demikian. karena
Allah selalu memperhatikan segala perbuatanmu, walau engkau tidak melihat-Nya.
Jangan sekal-ikali engkau mengingkari perintah Allah dan jangan engkau
melakukan sesuatu yang dilarang-Nya.
Wahai anakku, sesungguhnya ancaman dan siksa Rabbnu
sangat keras dan berat. Karena itu takutlah engkau
anakku, takutlah pada murka rabbmu jangan sampai sifat “Halim” (kebijakan)
Allah membujuk dirimu. “Sesungguhnya Allah menangguhkan siksanya
pada orang yang zalim sampai dengan Allah menyiksanya, sehingga dia tidak dapat
lepas dari adzab yang pedih.” (Hadis ini “Syarif” diriwatkan
oleh Bhukhari, Muslim, Tirmizi, dan Ibnu Majah dari Abi Musa Al-Asy’ari dari
Nabi saw.).
Wahai anakku, sesungguhnya dalam taat pada Allah itu
terdapat kenikmatan dan kebahagiaan yang tidak dapat di dicapai, kecuali dengan
berulangkali menghadapi cobaan. Karena itu anakku, taatlah kepada
Rabbu dengan sikap tabah menghadapi cobaan, agar engkau mendapat kenikmatan
dalam beribadah dan kebahagiaan dalam taqwa pada Allah, sehingga engkau dapat
mengetahui dan merasakan keiklasanku dalam menasehatimu.
Wahai anaku, sungguh pada mulanya akan kau dapati
perasaan berat untuk taat pada Allah. Tabah dan sabarlah menghadapi hal itu,
sehingga ketaatanmu pada Allah mejadi suatu kebiasaan yang engkau lakukan
dengan penuh kesadaran.
Wahai anakku, mawas dirilah ketika engkau berada
dibangku sekolah kala engkau belajar, membaca dan menulis. Dianjurkan padamu
agar menghafal Al Qur’anul Karim. Apakah engkau tidak merasa malu di sekolah
dan dihadapan gurumu bila engkau tidak mematuhi tata tertib, padahal dirimu
dituntut untuk itu. Karena itu ingat lah! Pada hari ini engkau telah mengetahui
keutamaan dalam menuntut ilmu dan engkau telah tahu bahwa gurumu adalah orang
yang selalu berusaha bagi kemaslahatan (kebaikan) dirimu.
Wahai anakku, dengar dan perhatikan nasihatku,
sabarlah dalam taat kepada Allah, seperti kesabaranmu dalam belajar
disekolah. Suatu saat engkau akan mengetahui faedah nasihat ini dan akan jelas
suatu kau rasakan bila dirimu mendapat pertolongan Allah untuk melaksanakan
nasihat-nasihat gurumu.
Wahai anakku, janganlah kau mengira bahwa bertakwa
kepada Allah cukup dengan sholat, shaum (dibulan Ramadhan) dan ibadah-ibadah
sejenisnya saja. Sesungguhnya taqwa pada Allah itu mencakup segala hal. Sebab
itu bertaqwalah kepada Allah dalam beribadah pada Robbmu, jangan sekali-kali
engkau mengingkari dalam bergaul dengsn teman-temanmu, jangan sampai
menyakiti hati mereka. Bertaqwalah pada Allah dalam menegakkan Dien-mu, jangan sekali-kali
engkau khianati ketentuan Allah dan pertahankanlah jangan samai Dien-mu
dikuwasai musuh. Bertakwalah pada Allah, jangan menunda-nunda ibadah dikala
sehatmu dan jangan hiasi dirimu kecuali Ahlaqul Karimah (akhlaq yang mulia).
Wahai anakku, Rasullah saw. telah bersabda: “Bertaqwalah
pada Allah dimana saja engkau berada, ikutilah segera perbuatan jelek (maksiat)
dengan perbuatan baik (ibadah), maka ibadah itu akanmenghapus dosa dari
maksiat. Dan berakhlaq baiklah dihadapan umat manusia.” (Hadits
Riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim dari Abu Dzar dan Mu’adz bin Jabal).
PELAJARAN
III
HAK DAN
KEWAJIBAN TERHADAP ALLAH DAN RASUL- NYA
Wahai anakku, sesungguhnya Allah Tabaaraka Wa
Ta’ala (yang banyak berkahnya lagi Maha Luhur) telah menciptakanmu
dan menyempurnakan berbagai nikmatnya padamu baik lahir maupun batin. Tidaklah
kau sadari, sesungguhnya awal darimu hanyalah setetes air (mani) yang memancar
kerahim ibumu atas curahan nikmat serta rahmat Rabbmu engkau lahir dari
kandungan ibumu sehingga anak manusia yang sempurna. Allah menganugrahi dirimu
dengan lisan sehingga engkau dapat berbicara, telinga sehingga dapat mendengar,
mata sehingga engkau dapat melihat dan akal sehingga engkau dapat membeakan
yang baik dan buruk. Sesuai dengan firman-Nya: “Dan Allah telah
mengelkuarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan
Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (QS.
An Nahl: 78)
Bukankah Allah yang telah memberimu berbagai nikmat
dan anugerah serta kebaikan dari sisi-Nya dan Dia pula yang berkuasa mencabut
kembali segala nikmat, anugerah dan kebaikan itu dari sisimu bila
engkau melakukan perbuatan yang menyebabkan murka-Nya.
Wahai anakku, kewajibanmu yang pertama tehadap Allah
Penciptamu yang Maha Luhur dalam segala hal adalah mengetahui sifat-sifa-Nya
yang sempurna, dan bersungguh-bersungguh dalam taat pada-Nya dengan
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjahui laranga-Nya. Hendaklah engkau
yakin dengan teguh dan mantap bahwa yang engkau pilih buatmu sendiri. Jangan
mengikuti hawa nafsu mengerjakan sesuatu yang tidak berguna, dan taat pada
makhluk, baik mulia ataupun hina (dalam pandanganmu) sehingga menghalangi drimu
untuk taat dan beribadah pada Rabbmu.
Wahai anakku, sebagaian dari kasih sayang Allah kepada
para hamba-Nya ialah dengan mengutus beberapa orang rasul “alaihimussalaatu
wasallam” (semoga rahmat dan salam dicurahkan kepada para utusan), untuk
memberi petunjuk kepada manusia dalam melaksanakan ibadah dan urusan dunia
mereka. Rasul terakhir sebagai penutup ialah Muhammad bin Abdillah bin Abdil
Muthalib berkebangsaan Arab dari Bani Hasyim Shallahu alaihi wasallam (semoga
rahmat dan keselamatan selalu dicurahkan pada beliau). Mentaati perintah rasul
Allah yang mulia itu wajib atas dirimu seperti engkau menaati perintah-perintah
Allah yang telah menciptakanmu: “Hai orang-orang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul serta ulil amri (pemimpin) diantaramu.” (QS.
An Nisa’: 59). “Barangsiapa yang taat pada Allah dan Rasul-Nya, niscaya
Allah akan memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, dan barangsiapa yang bepaling niscaya akan diadzab-Nya dengan
adzab yang pedih.” (QS. Al Fath: 17).
Wahai anakku, sesungguhnya Rasulullah saw. Tidak
pernah berbicara mengikuti hawa nafsunya, setiap perintah dan larangannya
adalah berdasarkan wahyu Allah. Karena itu taat kepada Rasulullah merupakan
bagian ketaatan kepada Allah yang Maha Bijaksana: “Katakanlah, jika
kamu mencintai Allah, maka ikutillah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS.
Ali Imran: 31).
Wahai anaku, tidak sempurna iman seseorang sebelum
cintanya pada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaanya terhadap segala sesuatu
selain Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah saw. Telah bersabda: ”Tidaklah
sempurna iman seseorang diantara kamu sekalian, sehingga diriku lebih
dicintainya daripada orang tua dan anak kandungnya serta umat manusia
seuruhnya.“ (Hadist Riwayat Iman Ahmad, Bukhori, Nasai, Ibnu Majah,
dari Anas bin Malik ra.)
PELAJARAN
IV
HAK DAN
KEWAJIBAN TERHADAP KEDUA ORANG TUA
Wahai anakku, ketika engkau merasa benar dalam
berbakti pada ayah ibumu, maka sesungguhnya kewajiban kedua orang tuamu
terhadap dirimu lebih berat dari itu semua, yang kewajiban itu nanti akan dilipat
gandakan atas dirimu: “Maka janganlah kamu katakan pada keduanya
perkataan ’’ah’’ dan janganlah kamu membentak mereka, ucapkanlah pada mereka
perkataan yang mulia. Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya serta berdo’alah:
“Wahai Rabbku, kasihanilah kedua orang tuaku sebagaimana
keduanya mengasihani aku diwaktu kecil.” (QS. Al Israa:
23-24).
Wahai anakku, lihat dan ambilah teladan dari seorang
bayi serta kasih sayang orang tuanya pada anak itu. Dan lihatlah susah payah
kedua orang tua dalam memelihara kesehatan anaknya, memberi makan dan minum
serta menjaganya siang dan malam, di saat sehat maupun sakit.
Sekarang engkau tahu, betapa beratnya tanggung jawab orang
tuamu dalam mendidik dan membesarkanmu hingga engkau tumbuh dewasa.
Wahai anakku, sungguhnya saat ini dirimu dikala Allah
menolongku untuk menunjukkanmu jalan yang benar tidak dapat
memungkiri kenikmatan pemberian orang tuamu yang tak pernah kikir dalam
memberimu nafkah dengan seluruh kemanpuan yang mereka miliki. Seandainya
orang tuamu tidak mau memberi nafkah, tentu engkau tidak mendapat
kesempatan belajar di sekolah bersama teman-temanmu.
Wahai anakku, setiap orang tentu ingin dirinya dapat
mencapai derajat yang tinggi, berkedudukan, serta dicintai Allah dan seluruh
umat manusia. Mereka selalu berharapan kedudukannya melebihi segala yang ada.
Tetapi orang tua lebih menyukai bila anaknya dapat mencapai kedudukan (derajat)
yang lebih tinggi dan penghormatan yang lebih mulia dari mereka. Lalu kewajiban
apakah yang harus engkau perbuat terhadap orang yang mendahulukan kepentingan
pribadinya, yang selalu mengharapkan kebaikan dirimu lebih dari harapanmu
sendiri?
Wahai anakku, takutlah engka membuat kemarahan kedua
orang tuamu. Karena sesungguhnya murka orang tuamu adalah murka Allah juga. dan
barangsiapa membuat Allah murka (karena membuat kemarahan orang tua), maka dia
akan merugi dunia akhirat.
Wahai anakku, taatilah perintah ayah ibumu, janganlah
sekali-kali membantahnya, kecuali bila mereka memerintahkanmu untuk ingkar pada
Rabbmu:
“Tidak ada taat kepada makhluk (sekalipun orang tua
sendiri), didalam melakukan maksiat (dosa) kepada Khalik (Allah).” (Hadis syarif diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan
Hakim dari Imran bin Husain dan Hakam bin
Amrin Al-Ghiffari ra.).
“Dan kami perintahkan pada manusia berbuat baik kepada
ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah pada-Ku dan
kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah tempat kembalimu.”
“Dan jika keduanya memaksamu untuk memper
sekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak ada pengetahuan tentang itu,
janganlah kamu ikut keduanya, dan pergaulilah keduanya di
dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
pada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka akan
Ku-beritakan padamu apa yang telah kamu perbuat.” (QS. Luqman: 14-15)
Wahai anakku, sesungguhnya orang yang paling
menyayangimu adalah ayah ibumu yang telah mendidik dan memeliharamu sejak kecil
sampai engkau tumbuh dewasa, menjadi seorang pelajar dan menuntut ilmu
pengetahuan islam. Karena itu terimalah nasihat dan petuahnya,
karena orang tuamu lebih mengetahui sesuatu yang akan engkau hadapi dari pada
dirimu sendiri. Dan orang tuamu lebih mengetahui sesuatu yang membawa sifat
manfaat atau mudlarat atas dirimu. Sungguh, Allah-lah yang menguasai dan
memberi petunjuk, pertolongan serta kemashlahatan (kebaikan) dirimu.
PELAJARAN
V
HAK DAN
KEWAJIBAN TERHADAP TEMAN
Wahai Anakku, ingatlah! Engkau telah menjadi seorang
pelajar yang menuntut ilmu dan engkau memiliki banyak teman. Mereka adalah
saudara dan temanmu dalam pergaulan. Karena itu, jangan engkau menyakiti hati
atau berlaku buruk terhadap mereka.
Wahai anakku, bila engkau duduk janganlah engkau
persempit tempat bagi temanmu, lapangkanlah tempat sehingga temanmu dapat duduk
dengan leluasa. Sesungguhnya menyempitkan tempat duduk (tidak memberikan
kesempatan untuk duduk) pada orang lain itu termasuk perbuatan yang mengesalkan
dan menyakitkan hati, sehingga membuat tidak enak di hati serta memunculkan
banyak keburukan.“Hai orang-orang beriman, bila dikatakan padamu:
berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: berdirilah kamu, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang menuntut
ilmu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Mujadalah: 11)
Wahai anakku, bila seorang temanmu mendapatkan
kesulitan dalam belajar dan bertanya pada gurumu, dengarlah baik-baik jawaban
guru tersebut, mungkin dengan demikian engkau akan mendapat faedah yang
sebelumnya tidak kau ketahui. Hindarilah olehmu kata-kata yang menyinggung dan
menghina temanmu, atau menunjukkan wajah sinis karena kurang berkenan atas
pertanyaan temanmu itu.
Wahai anakku, Imam Abu Hanifah ra. (pembangun mazhab
Hanafi) pada suatu waktu ditanya: “Apa sebabnya sehingga engkau mendapat
ketinggian ilmu pengetahuan yang sangat luas?” jawab Imam Abu Hanifah: “Aku
tidak malas dalam mengambil manfaat (dengan belajar atau mengajar), dan aku tidak
pernah mencegah orang yang ingin belajar dariku.”
Wahai anakku, jangan engkau persenpit jalan menuntut
ilmu bagi teman-temanmu ketika mereka bertanya pada guru tentang masalah yang
benar-benar belum diketahui. Bila engkau menghendaki suatu manfaat temanilah
mereka dalam meyimak penjelasan guru (sekalipun engkau telah faham dan
mengerti).
Wahai anakku, jika engkau tinggal bersama beberapa
temanmu dalam satu asrama, Jaga dirimu jangan sampai meresahkan mereka. Bila
waktu istirahat tiba, jangan engkau mengganggu mereka dengan suaramu
yang keras dalam membaca atau menghafal pelajaranmu. Belajarlah
dengan sopan du asrama, biarkan mereka beristirahat dengan tenang seperti
ketika dirimu beristirahat. Bila fajar menyingsir dan engkau telah bangun dari
tidurmu, shalat subuhlah bagunkan teman-temanmu dengan lembut dan sopan.
Sholatlah berjama’ah, karena sholat berjamaah itu lebih utama dari pada sholat
seorang diri.
Wahai anakku, bila temanmu membutuhkan
pertolongan, janganlah engkau merasa berat untuk menolongnya. Jauhkan sikap
membanggakan dirimu, bahwa engkau lebih memiliki keutamaan dari temanmu.
Wahai anakku, Rasululluah saw. telah bersabda: “Orang
mukmin terhadap mukmin lainnya itu ibarat suatu bangunan yang satu sama lain
saling menguatkan.”(Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasai dari
Abi Musa Al-Asy’ari).
PELAJARAN VI
ADAB DALAM MENUNTUT ILMU
Wahai anakku, belajarlah dengan sungguh-sungguh dan
penuh semangat. Jagalah waktumu jangan sampai berlalu dengan sesuatu yang tidak
mendatangkan manfaat bagimu.
Wahai anakku, baca dan pahamilah dengan penuh
kesungguha pelajaran yang telah maupun yang belum di bahas oleh gurumu. Bila
engkau menemui kesulitan jangan ragu untuk bertanya dan mendiskusikannya dengan
temanmu. Dan jangan engkau alihkan ke masalah lain, sebelum tuntas masalah
pertama dan dapat kau pahami dengan baik. Apabila guru telah memilihkan tempat
untukmu, jangan engkau pindah ketempat lain. Bila salah
seorang teman kamu hendak menempati tempat dudukmu, janganlah kamu
bertengkar atau mengganggunya, tetapi kemukakan kepada gurumu agar beliau
memberimu tempat duduk tertentu.
Wahai anakku, bila gurumu telah memulai pelajaran,
jangan engkau larut dalam pembicaraan dengan temanmu, simaklah setiap
pembicaraan gurumu dengan penuh kesungguhan. Jangan engkau melamun
ditengah-tengah pelajaran. Bila engkau menemui kesulitan, mintalah
kepada gurumu dengan sopan untuk mengulangi menerangkan sekali lagi. Jangan
engkau melantangkan suara di hadapan gurumu dan jangan engkau bantah penjelasan
gurumu, sehingga dia tidak menyukaimu.
Wahai anakku, bila seorang murid telah melanggar adab
dihadapan guru dan teman-temannya, maka wajiblah dididik untuk beradab yang
baik karena belum memahami masalah adab.
Wahai anakku, bila engkau tidak memuliakan gurumu lebih
dari orang tuamu, maka engkau tidak mendapatkan manfaat dari ilmu yang di
ajarkannya.
Wahai anakku, tawadlu (merendahkan
hati) dan akhlak yang baik itu adalah hiasan ilmu pengetahuan. Maka barang
siapa tawadlu karena Allah, akan di angkatlah derajatnya. Allah akan
menjadikan seluruh makhluk-Nya cinta dan hormat kepadanya. Barang siapa takabur
dan berakhlak tercela maka jatuhlah martabatnya. Allah akan menjadikan seluruh
makhluk membenci dirinya, dan tidak mungkin ada orang yang menghormati, memuliakan
dan menyayanginya.
Wahai anakku, tidak ada sesuatu yang
lebih berbahaya bagi pelajar dari pada kemarahan guru dan ulama,
karena itu, takutlah anakku, jangan sampai engkau membuat kemarahan pendidikmu
atau menunjukkan akhlak tercela dihadapannya. Terimalah anakku nasihatku ini!
Carilah keridlaan guru-gurumu, mintalah do’a mereka agar engkau mudah dalam
belajar. Semoga Allah mengabulkan do’a guru-gurumu sehingga tercapai
cita-citamu. Apabila engkau sedang menyepi seorang diri, perbanyaklah munajat(berdialog)
dan tawakal (berserah diri) kepada Allah, semoga Allah
memberimu ilmu pengetahuan yang luas dan bermanfaat dengan mengamalkan ilmu
tersebut. Sesungguhnya Rabbmu Maha Mendengar dan mengabulkan segala do’a, yang
luas Anugerah dan Kemuliaannya.
PELAJARAN
VII
ADAB
BELAJAR, MENGKAJI ULANG DAN DISKUSI
Wahai anakku, apabila engkau menghendaki kebaikan atas
dirimu, maka ajaklah beberapa orang teman sekolahmu untuk muthala’ah (belajar)
bersama, mungkin temanmu dapat menolongmu dalam memahami sesuatu. Bila engkau telah
memahami pelajaranmu, jangan kau tinggalkan begitu saja buku pelajaranmu.
Tetaplah belajar bersama dengan teman-temanmu seperti engkau sedang menghadapi
pelajaran dihadapan para didikmu.
Wahyai anakku, berlaku sopanlah terhadap temanmu dalam
belajar. Bila engkau lebih cepat memahami masalah, jangan sekali-kali engkau
menghina temanmu (baik dengan kata-kata atau perbuatan) dengan menunjukkan
kebolehanmu dalam membahas atau memahami suatu masalah.
Wahai anakku, jauhkan dirimu dari berdebat (mujadalah)
dan bersitegang dalam perkara yang batil (salah). Sesungguhnya
ilmu pengetahuan itu adalah amanah dan barang siapa menggunakan ilmu
pengetahuan ke arah kebathilan, berarti dia menyia-nyiakan amanah dari Allah
SWT.
Wahai anakku, perbanyaklah mudzakarah (mengkaji
ulang) berbagai pelajaran yang telah engkau dapatkan. Sesungguhnya petaka (afat)
bagi ilmu pengetahuan adalah lupa. Ketahuilah!, sesungguhnya engkau adalah
orang yang terpandang di masyarakat, tentu akan datang ujian bagi setiap ilmu
pengetahuan yang engkau miliki. Orang yang dapat mengatasi ujian itu, akan
mendapat kedudukan mulia, sebaliknya masyarakat akan mencelanya bila dia tidak
berhasil mengatasi dengan baik. Dengan demikian akan terlihat kesungguhan
orang tersebut dalam belajar.
Wahai anakku, hindari olehmu, jangan sampai
mdzakarahmu hanya menghafal kata-kata tanpa tahu arti dan maknanya. Berusahalah
untuk mengerti arti dan maksud yang terkandung didalamnya untuk kemudian kau
tanamkan dalam hati. Karena ilmu pengetahuan itu adalah sesuatu yang engkau
fahami, bukan sesuau yang engkau hafal.
Wahai anakku, bila engkau dan temen-temanmu berkumpul
untuk berdiskusj dan saling mengemukakan pandapat dalam berbagai masalah,
jangan sekali-kali engkau memutus pembicaraan seseorang yang sedang mengajukan
argumentasinya, dan jangan engkau tergsa-gesa menjawab masalah sebelum jelas
duduk persoalanya. Jangan sekali-kali engkau membantah suatu masalah tanpa
alasan kuat, dan jangan engkau memperdebat permasalahan dengan yang tidak haq (benar).
Jangan menunjukkan kemuliaan pribadi (pangkat, titel, dsb.) kepada
lawan bicaramu. Jangan meninggalkan ruang munadharah (diskusi)
sebelum diskusi selesai, hanya karena kalah bicara dan jangan mengeluarkan
kata-kata yang menyakitkan hati lawan bicaramu, serta menyalahkannya bila
memberi jawaban yang kurang tepat (jangan sombong bila menang dan jangan putus
asa bila kalah, itulah watak ilmuwan).
Wahai anakku, munadharah (diskusi )
sesama pelajar dalam membahas masalah ilmiyah, banyak membawa
manfaat, diantaranya: memperkuat pengertian, memperlancar pembicaraan, membantu
mengambil i’tibar (pelajaran ) dari suatu masalah dalam
menambah keberanian diri. Tetapi wahai anakku, semua itu tidak akan memberi
manfaat atas dirimu baik dalam pandangan Allah ataupun umat manusia, kecuali bila
engkau memiliki adab yang mulia, menjahui kat-kata yang tak layak diucapkan dan
bicaralah dengan perkataan yang haq sekalipun terhadap dirimu sendiri.
Janganlah engkau takut pada celaan orang, selam engkau berpijak pada AL-Haq.
PELAJARAN
VIII
ADAB OLAH
RAGA DAN BERJALAN DI JALAN UMUM
Wahai anakku, peliharalah kesehatanmu dengan berolah
raga diwaktu senggang, sehingga akan pulih kembali semangatmu yang telah pudar
dalam menuntut ilmu. Bila engkau hendak berolah raga pilihlah waktu yang
udaranya masih sejuk (belum terlalu bayak populasi), yaitu pagi hari.
Berjalanlah dengan tenang (menjaga tata tertib lalu lintas), jangan
tergesa-gesa, jangan dorong-mendorong dengan teman (sambil bermain-main) dan
janganlan tertawa terbahak-bahak.
Wahai anakku, bila engkau berolah raga atau berjalan
bersama-sama teman-temanmu, janganlah memenuhi jalan
umum sehingga mengganggu orang yang hendak
lewat. Dan jangan berjajar dijalan umum. Apabila jalan yang kalian lewati itu
lebar, berjalanlah dua-dua, bila jalan itu sempit, berjalanlah satu persatu.
Wahai anakku sesungguhya jalan umum itu bukan milik
seseorang, tetapi setiap orang yang lewat berhak
atas jalan itu. Karena itu jangan sekali-kali kalian
memenuhi jalan umum sambil bergurau, hal demikian tidak patut dilakukan oleh
kaum terpelajar, yang akan menjatuhkan martabat mereka dimata masyarakat.
Wahai anakku, bila engkau melihat ditengah jalan ada
sekelompok orang yang berjalan sambil bergurau hendaklah kamu tidak ikut
terpancing atau mendekati mereka, sebab kemungkinan besar hal
tersebut menjaga peyebab kehinaanmu atau kamu dituduh melakukan
sesuatu yang tidak kamu lakukan.
Wahai anakku, janganlah engkau terpancing bila ada
seseorang yang mengganggumu ditengah keramaian, maafkanlan orang yang
menggangumu, tentu Allah akan mengangkat martabatmu: “Dan balasan suatu
kejahatan adalah kejahatan serupa. maka barang siap memaafkan dan berbuat baik,
maka pahalanya atas tanggungan Allah.” (QS. Asy-Syuura: 40)
Dengan aklak seperti inilah Allah SWT. telah mendidik
kita melalui kitab-nya yang mulia.
Wahai anakku, bila engkau keluar dari masjid atau
rumah untuk membeli suatu kebutuhan, seperti makanan, minuman, pakaian dan
sebagainya, jangan engkau dengar dan tanggapi perkataan orang-orang jahil (bodoh)
yang kasar dan hina, jauhkan dirimu dari mereka. dan hindarilah tawar menawar
dengan penjual, jika engkau setuju dengah harga yang telah
ditentukan, maka bayarlah. Jika tidak, tinggalkanlah dengan sopan. Jangan
engkau tawar suatu barang jika tidak bermaksud membelinya. karena hal itu akan
membuat mereka mengucapkan perkataan yang hina.
Wahai anakku, bila engkau berbicara dengan seseorang
jangan engkau keraskan suaramu melebihi suara teman bicaramu. Jadilah
engkau seorang yang halus dan sopan dalam pembicaraan. Jangan engkau bicara dengan
kata-kata yang menjatuhkan martabatmu dihadapan teman bicaramu, walaupun orang
itu sebaya dan setaraf denganmu dalam usia atau kedudukan. Bila ada orang yang
bicara denganmu, dengarkan baik-baik, dan jangan engkau menanggapinya dengan
keras dan kasar:
”Pergaulilah umat manusia itu dengan akhlaq yang
baik.” (Hadits syarif, diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan Hakim dan Abu Dzar. Imam Ahmad dan Tirmidzi Meriwayatkan dari
Mu’adz RA.).
PELAJARAN
IX
ADAB
MAJELIS DAN KULIAH
Wahai anakku,
bila kamu melewati sekelompok orang,
ucapkanlah salam kepada mereka dengan ucapan salam yang sesuai dengan sunnah Rasul,
yaitu:“Assalamu’alaikum“ (semoga keselamatan dicurahkan
pada kalian). Dan jangan engkau ganti ucapan salam itu dengan salam
yang tidak ada tuntutan dari Rasulullah saw. Janganlah engkau memasuki
ruangan kecuali setelah meminta izin.
Mungkin mereka yang dalam ruangan sedang membicarakan suatu perkara yang tidak
boleh di dengar orang lain selain mereka. Jauhui pula olehmu sifat kekanak-kanakan,
karena sifat itu sangat mempengaruhi wibawa, sekalipun yang melakukannya adalah
orang yang terpandang saat itu.
Wahai anakku, berkacalah pada dirimu
sendiri bila engkau melakukan sesuatu yang engkau tidak suka perbuatanmu itu
diketahui orang selain dirimu, kemudian ada seseorang yang tidak engkau
kehendaki memasuki kamarmu dan melihat apa yang kau lakukan. Bukanlah engkau
merasa kesal dan engkau menghedaki orang tersebut pergi? Seperti itulah
perasaan sekelompok orang yang sedang mengadakan pertemuan, bila engkau masuk
tanpa izin sebelumnya, dan tentu merekapun tidak menyukai kehadiranmu
ketengah-tengah mereka.
Wahai anakku, bila engkau diundang menghadiri suatu
majelis (pertemuan), sedang engkau termasuk orang yang berusia muda diantara
yang hadir, jangan engkau duduk sebelum engkau dipersilahkan. Bila
engkau duduk, janganlah mendesak orang yang lebih dahulu duduk, atau janga
sekali-kali mengusir seseorang dari tempatnya, kecuali dia mempersilahkanmu
menepati kursinya. Bila engkau duduk disuatu tempat, kemudian datang orang yang
lebih patut menepatinya, persilahkanlah dengan sopan untuk menduduki tempat
tersebut. Bila semua itu engkau lakukan dengan i’tikat yang baik dan penuh
keihlasan, maka kemuliaanmu di mata masyarakat akan bertambah.
Wahai anakku, bila engkau berada dalam
suatu pertemuan, jangan engkau mendahului membuka pembicaraan dengan orang yang
lebih utama darimu. Bila engkau berbicara, hendaklah hanya yang haq dan jangan
engkau melebih-lebihkan pembicaraan. Sanggahlah perkataan orang lain dengan
adab yang baik. Hindarilah tertawa terbahak-bahak dalam ruang pertemuan, karena
hal itu termasuk adab yang rendah dan perbuatan yang hina dalam pandangan
orang. Dan banyak tertawa itu dapat menghilangkan kemuliaan, dan menyebabkan
hati orang yang mendengar bosan terhadapmu.
Wahai anakku, janganlah engkau berteman,
kecuali dengan orang yang wara’(dalam ilmunya), orang yang mulia,
orang yang ‘iffah (menjaga diri dari sesuatu yang haram) dan
yang sempurna akhlaqnya. Jangan berteman dengan pengumpat dan pengadu domba
atau dengan orang-orang fasik dan orang-orang yang berebihan dalam ucapan dan
perbuatan. Jauhi olehmu berteman dengan orang-orang yang berakhlaq rendah, suka
mengada-ngada, munafik dan sejenisnyab, sebab akhlaq yang rendah akan
berpengaruh terhadap orang lain seperti api yang membakar kayu
sedikit-sedikit sampai akhirnya habis (akhlak yang tercelapun sedikit demi
sedikit akan mempengaruhi untuk kemudian memusnahkan akhlak mulia).
PELAJARAN
X
ADAB
MAKAN DAN MINUM
Wahai anakku, bila engkau ingin hidup sehat lahir
bathin, terhindar dari segala penyakit, janganlah engkau mengisi perutmu dengan
sembarang makanan. Makanlah ketika engkau merasa lapar dan berhentilah sebelum
terlampau kenyang karena Rasulullah saw. Telah bersabda: “Tidaklah anak
Adam (manusia) memenuhi suatu wadah itu lebih jelek dari pada memenuhi wadah
makannya (perutnya).” (Hadits Riwayat Imam Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah
dan Hakim dari Miqdah bin Ma’dikariba).
Wahai anakku, bila engkau hendak makan, cucilah dahulu
tanganmu, bacalah“Bismillah” diawali makanmu. Jangan
engkau telan makanmu sebelum mengunyahnya sehingga lunak, karena hal
itu menolong pencernaan makanan, dan makanlah yang terdekat denganmu, jangan
mengulurkan tangan untuk mengambil makanan yang jauh darimu, karena yang
demikian itu adalah perbuatan yang tercela.
Wahai anakku, janganlah engkau melakukan perbuatan
seperti yang dilakukan oleh orang yang berakhlak tercela dan hina di
mata manusia, yaitu jangan engkau makan di tengah pasar atau makan sambil berjalan
sekalipun hanya makanan ringan. Karena yang demikian itu menghilangkan
sifat wara’ (dalam ilmunya) dan membuat dirinya
terhina.
Wahai anakku, jauhilah sjfat bakhil (kikir), dan
serakah. Bila engkau duduk untuk makan, sedang disisimu ada orang, baik sudah
kenal atau belum, ajaklah dia makan bersamamu, bila makananmu tersisa,
sedekahkanlah pada fakir miskin. Dan janganlah engkau malu dengan memberikan
sedekah yang sedikit itu, karena sedikit itu (sekalipun sedikit) sangat berarti
bagi fakir miskin. Dan bila engkau memberikan sedekah pada seorang fakir,
jangan sekali-kali engkau sertakan hina yang ditunjukkan padanya, jangan engkau
ikuti sedekahmu dengan kata-kata yang menyakitkan hati orang yang engkau beri
sedekah: “Ucapan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari pada
sedekah yang diiringi dengan seuatu yang menyakitkan hati si penerima.” (QS.
Al-Baqarah: 263)
Oleh karena itu, peliharalah sedekahmu jangan sampai
diketahui orang lain, karena sesungguhnya sedekah sirri (secara
rahasia) itu memadamkan kemurkaan Allah swt.
“Sesungguhnya sedekah secara rahasia itu dapat
menghapus kemurkaan Allah swt.” (Hadits
Riwayat Thabrani, dalam Kitab “Mu’jamul-Kaibil” dari Muawiyah bin Haidah)
Wahai anakku, jangan engkau makan dan minum dengan
alat makan minum yang kotor, karena hal itu akan mendatangkan penyakit bagi
dirimu, yang mungkin akan sulit disembuhkan. Dan minumlah air yang bersih, bila
hendak minum, bacalah “Bismillah”. Jangan engkau minum sekaligus
segelas air, minumlah sedikit demi sedikit, sebaiknya satu gelas diulang tiga
kali yang setiap kalinya dipisahkan dengan bacaan “Bismillah”. Bila engkau
telah selesai makan dan minum, bacalah “Alhamdulillah” (segala
Puji milik Allah) yang telah memberimu makan dan minum. Bersyukulah atas nikmat
yang telah dikaruniakan-Nya padamu, yang tidak terhitung banyaknya.
Sesungguhnya Allah-lah yang memberimu petunjuk dan pertolongan.
0 komentar: